Sabtu, 13 Juni 2020

Masih SD Jadi Tukang

Kenapa masa kecil begitu menyenangkan? Sama seperti pemikiran orang lain, Saya juga berpikir seperti itu, Tidak ada yang salah dari anak kecil dengan dalih "namanya juga anak kecil" maka kesalahan kita akan dimaklumi dan dibalas dengan senyuman sekesal apapun orang dewasa. Walaupun belakangan ini banyak yang berpendapat hal itu tidak lagi menjadi hal yang baik dilakukan kepada anak kecil.
Saya lahir di Semarang tahun 1996. Saya kecil di Semarang kemudian saat TK Besar saya pindah ke Jogja karena bapak kuliah lagi di Jogja. Kemudian kembali lagi ke Semarang saat menjelang kelas 3 SD. Di Jogja saya sekolah di sekolah Muhammadiyah di sebuah kampung kecil dimana selama SD disana saya termasuk murid yang pintar karena pelajarannya 'hanya' belajar membaca :INI IBU BUDI dan lain-lain serta beberapa hitungan singkat. Kemudian saat pindah ke Semarang, saya sekolah di sekolah swasta islam rintisan, jadi saya angkatan pertama. Shock sekali hari pertama saya masuk sekolah saya kaget sekali karena ada ulangan bahasa Inggris dan materinya adalah spelling, jadi guru spell huruf per huruf murid menuliskannya kemudian dikoreksi. Sedangkan saya saja tidak pernah tahu bahasa Inggris sama sekali. Disekolah lama saya tidak ada pelajaran bahasa Inggris. Panik lah Saya. Lalu Saya tengak-tengok kanan kiri ke teman Saya untuk mencontek yang langsung ketahuan guru Saya dan ditegur. Semenjak saat itu Saya cinta bahasa Inggris dan selalu bersemangat setiap pelajaran bahasa Inggris. Tapi entah kenapa kok sekarang ga jago-jago amat malah cenderung bego, haha
oke balik ke topik, jadi saat itu ada guru agama Saya bernama pak Ahmad. Beliau guru magang, masih muda mungkin baru lulus SMA, karena dari pesantren dan magang mengajar kita baca tulis Al-Qur'an, maka disela sela itu beliau sering menceritakan kepada kami kisah-kisah hidupnya, pengalamannya, dan mengajak kami untuk belajar di luar kelas sesekali. Kami-aku dan teman sekelas- begitu menyukai diajar oleh Pak Ahmad. Hingga saatnya setahun atau 1,5 tahun kemudian saatnya beliau keluar untuk kuliah, aku dan teman-teman cewekku sedihhh sekali. Kami sangat menyukai Pak Ahmad. Kami berpikir untuk memberikan kado perpisahan untuk Pak Ahmad. Tapi apa daya, kami tidak punya uang. Uang saku kami saat itu hanya sedikit, 1000/2000 ya? lupa. Akhirnya kami inisiatif untuk berjualan, kalau kamu tanya jualan apa? Kami jual semua yang kami kira laku untuk dijual. Aku jual kertas binder kesayanganku yang sudah aku kumpulkan dari tuker-tukeran termasuk yang Harvest, Adinata (sedih banget woyy waktu itu), temanku ada yang bawa pilus yang ada di ruang tamu rumahnya kemudian ia bungkus plastik, dan semuanya. Kami jual jajanan yang ada di rumah kami yang penting tidak pakai modal.
Suatu hari aku mendapatkan ide, karena saat itu rumahku sedang direnovasi dan ada beberapa tukang yang sedang merenovasi rumahku, aku bilang ke Bapak ku: aku mau kasih kado untuk Pak Ahmad, aku mau kerja jadi tukang ya, tapi nanti aku digaji.
Bapakku setuju. Aku inget kerjaan ku adalah angkat batu-bata dari depan rumah ke bagian rumah yang dibangun dan angkat ember yang isinya semen. Aku kerja seperti itu setiap pulang sekolah selama beberapa hari/ seminggu ya, aku agak lupa. Dan gajiku berapa kalau kamu tahu? 20.000 rupiah. Aku tidak protes. Karena bagiku itu sudah banyak. Setelah hasil berjualan kita kurang lebih seminggu itu, akhirnya kami berunding mau beli kado apa. Dan tahu nggak akhirnya kami beli kado apa? Tidak Ada. Alias kami kasih uang diamplopin. Aneh sekali pikiran kami waktu itu, aku juga lupa apa yang kupikirkan sampai ngado ke guru berupa uang. Mungkin saat itu guruku tertawa tapi tidak tega dan menerima kado kami dengan senang hati. Saat itu tidak ada hal lain yang kupikirkan, hanya bahagia bisa memberi kado ke guru kesayangan kami, itu saja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menjadi Dewasa (Diary Manusia Overthinking)

 Dewasa.  Apa sih sebetulnya arti dewasa, sekarang termasuknya aku sudah dewasa atau belum. Yang jelas sampai sekarang aku masih sulit memut...