Jumat, 19 Juni 2020

Geng Kuliah

Jadi karena blog ku ini kan tidak ada yang baca dan hanya ajang aku buat nulis aja, so aku mau menulis apa yang aku ingin tulis.
Aku bukan tipe orang yang sulit buat bergaul, memang sulit untuk memulai. Tapi jika dipaksa bisa dan jika sudah nyaman aku bakal jadi orang yang tidak berhenti bicara.
Aku tidak nyaman untuk memulai obrolan dengan orang baru dan berada di lingkungan yang tidak aku kenal atau kuasai. Tapi aku ingat betul saat hari ospek pertama kampus, aku dengan pedenya memperkenalkan diriku ke teman-teman sekelas maupun kelas sebelah dengan senyum lebar. Karena aku sadar aku akan hidup lama dengan mereka.
Singkatnya, karena di kampus kami wajib asrama untuk tahun pertama kecuali untuk mahasiswa yang dalam kota, akhirnya aku berkumpul dengan teman-teman yang bisa diajak makan siang alias tidak asrama karena anak asrama mendapat jatah makanan dari asrama.
Karena itulah aku berteman dengan tiga orang anak yang berasal dari kotaku. Kami makan bersama dan berkelompok bersama. Hingga 2 dari mereka akhirnya pergi dari kampusku karena memilih berkuliah di tempat lain. Aku dan 1 orang temanku ini yang bernama Syifa entah kenapa mungkin tidak terbiasa berdua hingga kami membaur dengan teman-teman yang lain. Hingga akhirnya kami akrab dengan 2 anak lain yang berasal dari kota yang sama juga, sebut saja namanya Intan dan Eren.
Aku juga tidak tahu mengapa kami bisa jadi dekat, yang jelas karena aku dekat dengan Intan dan Eren adalah teman dekat Intan, entahlah itu adalah rahasia alam karena sebelum kami akrab berempat Intan dan Eren ini mempunyai perkumpulan sendiri dengan anak asrama dan salah satu anak Semarang juga yang merupakan teman SMA ku(aku tidak akrab sama dia).
Aku akrab dengan mereka bertiga bukan berarti aku tidak berteman dengan yang lain, aku berteman dengan teman-sekelasku yang lain. Tapi kami berempat sering main bareng, merayakan ultah sofia di rumahnya, saling mencarikan kos waktu praktek untuk pertama kalinya, pokoknya kita menjadi kawan akrab dan punya grup line berempat.
Saat semester 2, waktunya pratek klinik untuk pertama kalinya dan itu di Rumah Sakit. Mereka bertiga mendapatkan rumah sakit yang sama sedangkan aku terpisah sendiri di rumah sakit yang berbeda kota dengan mereka. Saat itu aku sediiih sekali, sangat sedih. Sedihnya berhari-hari walaupun di depan mereka aku sok kuat bahkan menemani mereka bertiga ke kota A untuk mencari kost.
Tapi satu hal yang aku syukuri saat itu aku berbeda tempat praktik dengan mereka bertiga adalah aku jadi mengenal satu orang dengan dekat dan kami menjadi sahabat hingga kini. Namanya Adel(sebut saja begitu;bukan nama asli), aku berbicara beberapa kali dengannya selama menjalani semester 1, kami tidak begitu akrab hanya beberapa kali saling mengobrol. Saat itu di kelas sedang jam istirahat, dia sedang bertelponan dengan calon pacaranya(sekarang sudah jadi suaminya) dan mereka sedang membicarakan tempoyak. Aku ingat dulu aku pernah makan tempoyak waktu SMA dan itu dimasakin sama mamanya temanku dari Palembang. Aku menimpali obrolan mereka: "Enak kok del tempoyak, aku pernah makan tempoyak ayam" lalu ia melaporkan hal itu ke calon pacarnya itu dan mereka berdua menertawakan aku, katanya di Jambi (daerah asal pacar Adel) tidak ada tempoyak ayam, adanya tempoyak ikan. Aku berkata memang aslinya tempoyak itu berbahan dasar ikan tapi karena aku tidak doyan ikan, mama teman SMA ku itu membuatkan tempoyak ayam untukku. Singkat kata gara-gara itu aku jadi beberapa kali mengobrol dengan Adel. Dan karena aku vokal untuk memprotes teman yang menyebalkan karena suka semena-mena jika meminta tugas ke dosen, maka aku ingat Adel pernah bilang: mulutnya Tika gila juga ya?. Aku bukan berusaha untuk berteman dengan Adel dan gengnya, oh iya saat itu Adel punya geng yang berisi 1 teman SMA nya, Lita (yang akhirnya jadi geng ku), dan beberapa temen kelas lainnya. Mereka termasuk grup yang vokal dan berisik di kelas dan terkenal karena kakak Adel adalah gubernur organisasi jurusanku. Aku juga tidak tertarik untuk mengenal Adel dan gengnya lebih, karena aku merasa aku memiliki teman-teman sendiri yang nyambung dan menyenangkan.
Hingga saat pembagian praktik tiba, Adel mendekatiku dan bilang: Tik pokoknya aku sama kamu apapun yang terjadi, kamarnya juga bareng pokoknya bareng loh apa2, aku takutt...
Aku dengan sok tenangnya bilang : Iya,pasti tenang aja" padahal dalam hati aku juga takut, takut sekali. Akhirnya kami mempersiapkan keberangkatan praktik kami yang pertama dengan sedih dan bingung. Saat itu aku masih sedih sekali karena harus terpisah dari 3 teman akrabku, tapi berusaha yakin. Aku tidak tahu bahwa gara-gara praktek itu lah aku menemukan sahabatku, aku akan menceritakan kisah pertemanan bodoh ku dan Adel di part berikutnya,
Lalu satu lagi teman gengku, Lita. Aku saat ini juga paling dekat dengan dia selain Adel. Tidak tahu apa yang menyebabkan kita akrab. Tapi saat semester 1 memang aku sering mengantarnya ke terminal saat akhir pekan karena ia mau pulang ke kota asalnya. Dia termasuk anak yang temperamen, mudah marah dan gaul abis. Setauku saat itu dia dekat sekali dengan teman kamarnya yang pada akhirnya pindah kampus. Tidak ada yang menyangka banyak perubahan yang terjadi sama anak ini, tapi aku ingat awal pertemanan kita dulu. Hanya karena yaa untung-untungan aja, aku antar dia ke terminal, aku bantu dia yang dia butuh. Dan seperti itu, aku tidak merasa sama sekali dirugikan, tapi satu hal yang aku simpulkan dari anak ini: dia orang yang ceplas-ceplos dan pemberani.


Sabtu, 13 Juni 2020

Masih SD Jadi Tukang

Kenapa masa kecil begitu menyenangkan? Sama seperti pemikiran orang lain, Saya juga berpikir seperti itu, Tidak ada yang salah dari anak kecil dengan dalih "namanya juga anak kecil" maka kesalahan kita akan dimaklumi dan dibalas dengan senyuman sekesal apapun orang dewasa. Walaupun belakangan ini banyak yang berpendapat hal itu tidak lagi menjadi hal yang baik dilakukan kepada anak kecil.
Saya lahir di Semarang tahun 1996. Saya kecil di Semarang kemudian saat TK Besar saya pindah ke Jogja karena bapak kuliah lagi di Jogja. Kemudian kembali lagi ke Semarang saat menjelang kelas 3 SD. Di Jogja saya sekolah di sekolah Muhammadiyah di sebuah kampung kecil dimana selama SD disana saya termasuk murid yang pintar karena pelajarannya 'hanya' belajar membaca :INI IBU BUDI dan lain-lain serta beberapa hitungan singkat. Kemudian saat pindah ke Semarang, saya sekolah di sekolah swasta islam rintisan, jadi saya angkatan pertama. Shock sekali hari pertama saya masuk sekolah saya kaget sekali karena ada ulangan bahasa Inggris dan materinya adalah spelling, jadi guru spell huruf per huruf murid menuliskannya kemudian dikoreksi. Sedangkan saya saja tidak pernah tahu bahasa Inggris sama sekali. Disekolah lama saya tidak ada pelajaran bahasa Inggris. Panik lah Saya. Lalu Saya tengak-tengok kanan kiri ke teman Saya untuk mencontek yang langsung ketahuan guru Saya dan ditegur. Semenjak saat itu Saya cinta bahasa Inggris dan selalu bersemangat setiap pelajaran bahasa Inggris. Tapi entah kenapa kok sekarang ga jago-jago amat malah cenderung bego, haha
oke balik ke topik, jadi saat itu ada guru agama Saya bernama pak Ahmad. Beliau guru magang, masih muda mungkin baru lulus SMA, karena dari pesantren dan magang mengajar kita baca tulis Al-Qur'an, maka disela sela itu beliau sering menceritakan kepada kami kisah-kisah hidupnya, pengalamannya, dan mengajak kami untuk belajar di luar kelas sesekali. Kami-aku dan teman sekelas- begitu menyukai diajar oleh Pak Ahmad. Hingga saatnya setahun atau 1,5 tahun kemudian saatnya beliau keluar untuk kuliah, aku dan teman-teman cewekku sedihhh sekali. Kami sangat menyukai Pak Ahmad. Kami berpikir untuk memberikan kado perpisahan untuk Pak Ahmad. Tapi apa daya, kami tidak punya uang. Uang saku kami saat itu hanya sedikit, 1000/2000 ya? lupa. Akhirnya kami inisiatif untuk berjualan, kalau kamu tanya jualan apa? Kami jual semua yang kami kira laku untuk dijual. Aku jual kertas binder kesayanganku yang sudah aku kumpulkan dari tuker-tukeran termasuk yang Harvest, Adinata (sedih banget woyy waktu itu), temanku ada yang bawa pilus yang ada di ruang tamu rumahnya kemudian ia bungkus plastik, dan semuanya. Kami jual jajanan yang ada di rumah kami yang penting tidak pakai modal.
Suatu hari aku mendapatkan ide, karena saat itu rumahku sedang direnovasi dan ada beberapa tukang yang sedang merenovasi rumahku, aku bilang ke Bapak ku: aku mau kasih kado untuk Pak Ahmad, aku mau kerja jadi tukang ya, tapi nanti aku digaji.
Bapakku setuju. Aku inget kerjaan ku adalah angkat batu-bata dari depan rumah ke bagian rumah yang dibangun dan angkat ember yang isinya semen. Aku kerja seperti itu setiap pulang sekolah selama beberapa hari/ seminggu ya, aku agak lupa. Dan gajiku berapa kalau kamu tahu? 20.000 rupiah. Aku tidak protes. Karena bagiku itu sudah banyak. Setelah hasil berjualan kita kurang lebih seminggu itu, akhirnya kami berunding mau beli kado apa. Dan tahu nggak akhirnya kami beli kado apa? Tidak Ada. Alias kami kasih uang diamplopin. Aneh sekali pikiran kami waktu itu, aku juga lupa apa yang kupikirkan sampai ngado ke guru berupa uang. Mungkin saat itu guruku tertawa tapi tidak tega dan menerima kado kami dengan senang hati. Saat itu tidak ada hal lain yang kupikirkan, hanya bahagia bisa memberi kado ke guru kesayangan kami, itu saja

Menjadi Dewasa (Diary Manusia Overthinking)

 Dewasa.  Apa sih sebetulnya arti dewasa, sekarang termasuknya aku sudah dewasa atau belum. Yang jelas sampai sekarang aku masih sulit memut...